Selasa, 22 September 2015

SHADAQAH DAN IMAN

Oleh Anwar Ma'rufi Secara bahasa shadaqah berarti benar, artinya orang yanggemar shadaqah adalah orang yang benar keimanannya. Sebaliknya, orangyang mengaku beriman tapi tidak suka shadaqah berarti keimanannya perludipertanyakan. Namun, orang yang gemar shadaqah belum tentu keimanannyabisa dibenarkan. Begitu juga sebaliknya, orang yang jarang shadaqahkeimanannya diragukan. Maka dari itu, shadaqah yang menunjukkan ketulusan,kejujuran, serta kebenaran keimanan seseorang adalah memberikan sesuatu karenaAllah, ikhlas. Dan keihklasan itu dapat dilihat dari beberapa indikator. Pertama,barang yang diberikan adalah yang terbaik dari yang kita miliki. Bukan karena kitaenggan memilikinya lantas di-shadaqah-kan (al-Baqarah : 267). Kedua, cara bagaimana kita ber-shadaqah, apakah denganterang-terangan atau sembunyi-sembunyi. Jika dilakukan dengan sembunyi-sembunyisudah barang tentu baik dan benar. Sedangkan bila dilakukan dengan caramenampakannya di hadapan orang lain, maka tergantung niatnya; apakah untukpamer atau sebagai motivasi agar orang lain juga gemar shadaqah. Untukmotif pertama jelas tidak benar, sedang yang kedua bisa menjadi indikatorkebenaran imannya (al-Baqarah : 271) Selain itu, mengungkit-ungkit apa yang pernah di-shadaqah-kanjuga merupakan indikator atas ketidakbenaran iman seseorang (al-Baqarah : 264).Pasalnya, hal itu bagi kebanyakan orang sangat menyakitkan. Orang beriman sudahtentu tidak dibenarkan menyakiti orang lain dengan cara mengungkit-ungkit shadaqah-nya. Shadaqahtidaklah wajib seperti halnya zakat. Shadaqah cakupan maknanya lebihluas daripada infak. Ia tidak terbatas pada materi semata, tapi dapatberupa jasa yang diberikan kepada orang lain. Bahkan senyum yang diberikandengan ikhlas termasuk shadaqah. Menyingkirkan kayu/rintangan di jalan,membaca takbir, tahmid, menggauli istri juga termasuk shadaqah. Shadaqahberupa materi, kisahnya banyak kita temukan dalam sejarah awal umat Islam. Nabisendiri sudah memberikan contoh nyata, semua hartanya dipergunakan untuktegaknya Islam. Demikian juga para sahabatnya, pada saat perang Tabuk, AbuBakar r.a. men-shadaqah-kan semua hartanya untuk perjuangan Islam, Umarbin Khatab menyerahkan separo hartanya, sedangkan Ustman bin Affan menyumbang300 unta (setara Rp 30 Milyar) dan 1000 dinar (setara Rp. 2 Milyar). Abdurrahman bin Auf, sahabat Nabi yang paling kaya, ia pernahmenyumbangkan 500 kuda perang untuk kepentingan pasukan Islam. Pernah men-shadaqah-kan 40 ribu dinar (setara dengan 88 Milyar) untukkeperluan umat Islam. Men-shadaqah-kan harta dagangannya untuk pendudukMadinah yang diarak dengan 700 ekor unta. Dan masih banyak lagi kisah-kisahpengorbanan sahabat-sahabat Nabi yang lain serta para penerusnya denganmen-shadaqah-kan hartanya untuk sebuah peradaban Islam. Oleh karena itu, tidakheran jika Nabi mengatakan bahwa “ash-shadaqotu burhanun”, shadaqahadalah bukti keimanan seseorang (HR. Muslim). Shadaqah merupakaninvestasi dunia dan akhirat. Dimana Allah akan segera memberikan balasannyatidak hanya pada saat di dunia tetapi juga di akhirat. Dan shadaqahbersifat segera, jangan menunda-nunda untuk ber-shadaqah, tidak perlumenunggu kaya, justru dengannya hidup semakin berkah dan berlimpah harta. Allahmenjamin orang yang gemar shadaqah tidak akan miskin. (HR. Muslim).Bahkan harta yang di-shadaqah-kan akan dikembalikan berlipat ganda.(al-Baqarah : 245). Mengenai pahala shadaqah, tidak perlu dipertanyakanlagi ketika melihat manfaatnya yang begitu besar bagi perkembangan peradabanIslam. *Diterbitkan oleh Buletin Lembaga Amal Himawan Kab. Kebumen

Pengunjung