Senin, 29 November 2010

Argumentasi Ontologi Ibnu Sina Mengenai Tuhan sebagai Yang Mesti Ada



Oleh: Anwar Ma’rufi

Dalam Kitab An-Najat, Ibnu Sina mengemukakan argumentasinya mengenai kemestian al-Haq Allah swt (ontological argument). Menurutnya:
Tidak diragukan lagi bahwa “ada” (wujud) terdapat disini. Dan setiap “ada” boleh dikategorikan sebagai yang “mesti ada”nya dan boleh “mungkin ada”nya. Jika dia itu termasuk dalam kategori “mesti ada”nya maka jelaslah bahwa dia itu “yang mesti ada” (wujud al-wajib) yaitu Allah, dan Dia adalah yang kita cari.
Jika yang “ada” itu termasuk dalam kategori “mungkin” maka akan saya jelaskan bahwa yang “mungkin” itu pada akhirnya memerlukan “yang mesti ada” untuk ke”ada”an dirinya itu. Namun, sebelumnya akan saya kemukakan beberapa pendahuluan terlebih dahulu di bawah ini.

Tidak mungkin pada satu masa terdapat beberapa “ada” yang bersifat mungkin “ada”nya, dan memiliki sebab kemungkinannya tanpa akhir. Karena semuanya itu boleh “ada” secara bersamaan dan boleh tidak secara bersamaan. Untuk penjelasan “ada” secara tidak bersamaan yang tanpa akhir akan saya bahas nanti.
Adapun untuk yang “ada” secara bersamaan dan di dalamnya tidak terdapat “yang mesti ada” baik mempunyai batas akhir ataupun tidak, maka hal semacam itu tidak akan lepas dari dua kemungkinan. Pertama, ia mesti “ada” dengan sendirinya. Kedua, ia termasuk dalam kategori “mungkin ada” yakni “ada” karena diadakan.
Untuk kasus yang pertama, jika ia “mesti ada” dengan sendirinya, -dan ini mustahil karena setiap bagian-bagianya itu terdiri dari yang “mungkin ada”-, konsekuensinya adalah bahwa yang “musti ada” itu tersusun dari beberapa yang “mungkin ada”, jika demikian maka jelaslah untuk kasus ini tidak masuk akal.
Adapun untuk kemungkinan yang kedua, jika ia termasuk dalam kategori “mungkin ada”, maka kumpulan dari beberapa yang “mungkin ada” itu membutuhkan kepada sesuatu yang menjadikannya ada. Dan yang menjadikannya ada itu boleh dari pihak luar ataupun dari pihak dalam yakni salah satu dari kumpulan beberapa yang “mungkin ada” itu.
Jika yang menyebabkannya ada adalah dari pihak dalam, maka salah satu dari kumpulan beberapa yang “mungkin ada” haruslah menjadi “yang mesti ada”, padahal kita tahu bahwa bagian-bagian dari kumpulan itu berpredikat sebagai yang “mungkin ada”. Maka dari itu, ini adalah pernyataan yang tidak masuk akal.
Jika kumpulan-kumpulan itu berpredikat sebagai yang “mungkin ada” sekaligus sebagai sebab dari adanya kumpulan tersebut, dan sebab dari adanya kumpulan itu merupakan sebab utama dari adanya bagian-bagiannya, maka konsekuensi adanya bagian-bagian itu merupakan sebab untuk dirinya sendiri, dan ini semua mustahil terwujud, jika pun itu benar maka hanya dapat dilihat dari satu sisi saja.
Dan jika setiap bagian dari kumpulan itu mampu menjadikan dirinya “ada” maka statusnya menjadi yang “mesti ada”. Pernyataan ini tidak masuk akal, karena kita tahu bahwa bagian-bagian itu bukan yang “mesti ada”.
Setelah kita tolak argumentasi yang menyatakan bahwa pihak dari dalam itu yang menjadi sebab terbentuknya beberapa yang “mungkin ada”, sekarang yang tersisa adalah bahwa faktor penyebab terbentuknya beberapa yang “mungkin ada” itu dari pihak luar mereka. Karena ketika kita mengakumulasikan semua sebab yang “mungkin ada” dalam satu kelompok, maka tidak mungkin bahwa yang “mesti ada” merupakan salah satu di antara mereka. Jika demikian, maka penyebab terbentuknya beberapa yang “mungkin ada” itu memang berasal dari luar mereka, dan Dia-lah yang “mesti ada”nya. Dan semua yang “mungkin ada” itu akan kembali kepada yang “mesti ada”. Jadi tidak semua yang mungkin ada mempunyai sebab kemungkinannya tanpa akhir. (Keterangan lebih lanjut lihat Ibnu Sina, Kitab An-Najat, hal. 271-272.)

Pengunjung