Minggu, 24 Oktober 2010

RESENSI : Kebebasan yang Absurd

Oleh: Anwar Ma'rufi

Judul Novel : Kemi; Cinta Kebebasan yang Menyesatkan
Penulis : Adian Husaini
Penerbit : Gema Insani
Tahun Terbit : 2010
Jumlah Hal. : 316

Novel ini adalah karya perdana Adian Husaini, di dalamnya ada pergulatan pemikiran, pandangan hidup, perjuangan dan drama cinta bersatu dalam tulisan dengan cara pandang yang unik. Tidak banyak penulis novel yang melirik realitas pemikiran keagamaan di Tanah Air. Novel ini layak disejajarkan dengan karyanya Ibnu Tufail, yang menulis novel filsafat hakikat ketuhanan. Latar belakang penulis yang pernah terjun di dunia jurnalistik, sangat membantu pembaca untuk memahami pesan yang teramat berat, bahasanya mudah dicerna oleh semua kalangan. Karya ini wajib dibaca oleh para santri dan umat muslim yang mencintai keimanannya dan menginginkan keselamatan dari subhat-subhat pemikiran yang memurtadkan epistemologi.

Novel ini mengkisahkan dua orang santri cerdas asal pondok pesantren Minhajul Abidin Madiun, Rahmat dan Kemi, yang bersebrangan pemikiran. Rahmat menganut Islam salaf shalih dan Kemi berpaham Islam Liberal. Awalnya, kedua santri itu masih berhaluan moderat, masih berpegang teguh dengan pandangan hidup Islam yang ditanamkan oleh Kyai Rois di Pondok Pesantrennya itu. Suatu ketika, Kemi meminta ijin keluar dari pondok pesantren untuk menimba ilmu di Institut Damai-Sejahtera Depok. Dengan berat hati serta keinginan Kemi yang keras, Kyai Rois memberinya ijin. Namun karena salah pergaulan, desakan ekonomi dan populeritas, Kemi terjerumus ke dalam paham sekularisme, pluralisme dan liberalisme. Ia menyebut dirinya sebagai muslim liberal yang progresiv.
Beberapa tahun kemudian, karena terdengar desas-desus perubahan pemikiran Kemi, Rahmat menemui Kemi di Depok sambil mengantarkan Ruqayah, adik kandung Rahmat, untuk melanjutkan sekolah lanjutannya. Sesaat kemudian, di sebuah kafe, terjadilah perdebatan antara Rahmat dengan Kemi. Kemi beralasan bahwa perubahan yang terjadi pada dirinya dikarenakan zaman sekarang sudah berbeda dengan dulu, zamannya ulama klasik. Manusia adalah makhluk historis. Sebagai konsekuensinya, pemikiran manusia juga pasti berubah untuk menyesuaikan zamannya, termasuk pemahamannya tentang Islam. Namun, Rahmat menolak argument Kemi. Menurutnya, walaupun manusia termasuk makhluk historis, tetapi Islam sebagai dien telah sempurna sejak zaman Rasulullah. Perdebatan ini tidak menemukan benang merahnya. Akhiri, Kemi menantang Rahmat untuk bersedia tinggal bersama Kemi. Tujuannya untuk membuktikan bahwa pergaulan yang luas dan modern dapat mempengaruhi pemikiran seseorang tentang Islam, hingga menerima konsep sekularisme, pluralisme, liberalisme, kesetaraan gender dan demokrasi. Tanpa pikir panjang, Rahmat pun menerima tantangan Kemi.
Rahmat pun kembali ke Madiun untuk minta ijin Kyai Rois. Setelah mendapatkan restu dari Kyai Rois dan menyiapkan diri bersama Kyai Fahim Rupawan, seorang Kyai dan intelektual muslim yang saat itu punya lembaga Kaderisasi Ulama spesialis pemikiran kontemporer, Rahmat bergegas menuju Depok, tempat Kemi kuliah. Dengan keteguhan dan kegigihannya serta pertolongan Allah swt, gebrakan pertama, Rahmat berhasil membuat Rektor Institut Damai-Sejahtera, Profesor Malikan mati kutu dengan logikanya sendiri, logika yang inkonsisten. Kejiadian ini menggemparkan penghuni kampus. Siti, panggilan akrabnya Siti Murtafi’ah, seorang aktifis liberal dan juga putri dari Kyai ternama di Jawa Barat, merasa takjub dengan Rahmat sekaligus khawatir dengan keselamatnnya.
Diam diam Siti membocorkan rahasia sindikat yang berperan dalam perubahan dirinya dan Kemi, yang dinilai sebagai sebuah jeratan yang tak disadari oleh mereka. Menurut Siti, dirinya dan Kemi berubah jadi liberal karena terpaksa. Karena dirinya tidak bias keluar dari jeratan Islam Liberal. Dari pengakuan Siti inilah, rahmat semakin mawas diri dan gigih dalam menunjukan kebenaran. Harapan Kemi untuk menarik Rahmat ke dalam barisannya hanya impian belaka, setelah melihat ulah Rahmat yang mematahkan argumen Kyai Dulpikir hingga meninggal dunia usai diskusi. Kejadian ini menjadikan nama Rahmat terkenal di mana mana. Di pihak lain, Roman, teman sekaligus atasannya Kemi menjadi geram dengan ulah Rahmat. Sejurus kemudian Roman mengadakan rapat evaluasi dengan keputusan melenyapkan Rahmat. Kemi menentang keputusan ini. Ia menganggap ini adalah keputusan yang tak layak dilakukan oleh kalangan intelektual.
Pada saat itu, Roman membeberkan semua rahasia dibalik Islam liberal. Roman dulunya adalah mantan penjahat profesional. Sekarang ia berpura-pura menjadi mahasiswa yang aktif dalam mengembangkan Islam liberal. Namun, tujuannya hanyalah mendapatkan kujuran dana yang luar biasa banyak dari musuh-musu Islam. Roman memanfaatkan santri-santri cerdas seperti Kemi dan Siti untuk menyebarkan Islam Liberal. Roman juga menceritakan bahwa ia telah menghabisi Siti. Karena jengkel merasa ditipu, Kemi mencekik Roman dari belakang ketika hendak beranjak dari tempat rapat. Bergegas teman-teman Roman mengeroyok Kemi yang sendirian. Dari luar gedung, Sabar, teman suruhan Rahmat, segera membawa warga untuk menolong Kemi, karena sejak awal Sabar sudah mengawasi gedung misteri itu.
Beruntung nyawa Kemi dapat diselamatkan. Luka Kemi cukup serius, ia mengalami pendarahan otak yang berakibat lupa ingatan. Siti, yang menurut pengakuan Roman telah dihabisi, ternyata masih hidup. Dan kini ia sedang terbaring lemas di rumah sakit karena dirajun oleh anak buah Roman. Namun Siti berhasil diselamatkan oleh warga yang melihatnya. Ayahnya Siti, yang sudah 3 tahun lebih mencampakkan dirinya, berkeinginan untuk menjodohkan putrinya dengan Rahmat setelah mengetahui bahwa Siti telah taubat dari Islam Liberal. Namun karena alasan berat meninggalkan Pondok Pesantren Minhajul Abidin dan Kyai Rois, Rahmat hanya pasrah dengan takdir saja. Dan akhirnya, Siti memilih untuk mengabdikan sisa hidupnya untuk berjuang di jalan Allah, karena menurut keterangan dokter, racun yang dikasihkan Roman sudah menggerogoti organ penting tubuhnya, walau sebenarnya Siti dan Rahmat saling mencintai.
Membaca bukan novel biasa ini, mengingatkan kita bahwa Iblis tidak henti-hentinya memperdayakan manusia. Logika-logika menawan seperti sekularisme, pluralisme, liberalisme, relativisme dan kesetaraan gender, sangat menyilaukan cendekiawan muslim yang lemah dalam pandangan hidup (worldview) agamanya. Upaya pertama Iblis mengganggu manusia yakni dengan mengeluarkannya Nabi Adam a.s. dan Siti Hawa dari sorga dengan kata-kata indahnya. Iblis menyatakan kepada Adam dan Hawa yang tengah hidup berdua di sorga, bahwa ia adalah kawan dan ingin memberi nasihat dan petunjuk untuk kebaikan dan mengekalkan kebahagiaan mereka. Pada akhirnya, kisah Adam dan Hawa di sorga harus berakhir dan harus menerima takdirnya untuk hidup di bumi bersama Iblis sang konspirator ulung. Karena terjebak kata kata manisnya.
Untuk zaman sekarang ini, cara kerja Iblis semakin cerdas dan sistematis. Melalui kacung-nya, Iblis melontarkan ide-ide liberalisasi agama yang menurutnya adalah pemahaman yang mencerahkan. Menurut Adian Husaini, penulis novel ini, liberalisasi Islam di Indonesia bergerak melalui tiga bidang penting dalam ajaran Islam. Yaitu, pertama liberalisasi bidang akidah dengan penyebaran paham Pluralisme Agama. Paham ini, pada dasarnya menyatakan bahwa semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama. Atau agama adalah persepesi relative terhadap Tuhan yang mutlak, sehingga karena -kerelativannya- maka setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim atau meyakini bahwa agamanya sendiri yang lebih benar atau lebih baik dari agama lain; atau mengklaim bahwa hanya agamanya sendiri yang benar.
Kedua liberalisasi bidang syariah dengan melakukan perubahan metodologi ijtihad. Inilah aspek liberalisasi yang menjadi pembahasan serius pengusungnya. Hukum-hukum Islam yang sudah qath'y dan pasti dibongkar dan dibuat hukum baru yang dianggap sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam aspek ini, liberalisasi syariat di Indonesia adalah dengan 'kontekstualisasi ijtihad'.
Dan yang terakhir adalah liberalisasi konsep wahyu dengan melakukan dekonstruksi terhadap al-Quran. Hampir satu abad yang lalu, papar Adian Husaini, para orientalis bekerja keras untuk menunjukkan bahwa al-Quran adalah kitab yang bermasalah sebagaimana Bible. Mereka tidak pernah berhasil. Tapi, anehnya, kini, imbauan itu sudah diikuti oleh begitu banyak manusia dari kalangan Muslim sendiri, termasuk yang ada di Indonesia. Sesuai paham pluralisme agama, semua agama harus didudukkan pada posisi yang sejajar, sederajat, tidak boleh ada yang mengklaim lebih tinggi. Begitu juga dengan pemahaman tentang kitab suci. Tidak boleh ada kelompok agama yang mengklaim hanya kitabnya saja yang suci.
Dengan mengetahui arah gerakan Iblis dan bidang apa saja yang menjadi target utamanya. Kita berusaha untuk menggagalkan atau minimal mencegah laporan Iblis kepada Allah SWT mengenai penyesatan manusia dari jalan kebenaran. Pemahaman yang mendalam akan musuh Islam yang nyata harus dibarengi dengan meningkatkan ilmu-ilmu keislaman yang benar sehingga iman umat Islam terbentengi dengan kokoh, disertai dengan selalu memohon pertolongan kepada Allah swt. Wa Allah al-hadi ilaa shawwab.

Pengunjung